Kemenangan sejati adalah ketika kita berjiwa besar dalam menerima kekalahan.
Kompetisi atau pertarungan sudah berakhir. Seseorang telah lahir sebagai pemenang. Sisanya tentu berada di pihak yang kalah. Tidak jarang pada akhir sebuah kompetisi melahirkan konflik lanjutan antara si pemenang dengan yang kalah. Bisa jadi si pemenang terlalu sombong dengan kemengannya walaupun itu hanya sebuah keberuntungan saja. Atau sebaliknya, si kalah menyimpan dendam dengan alasan si pemenang bermain curang, menusuk dari belakang, atau merasa dikhianati. Tapi ada juga yang berjiwa besar. Si pemenang tetap rendah hati dan tidak memandang kecil posisi pesaingnya dulu. Atau si kalah menerima kekalahan dengan lapang dada sambil berkata “ini hanya sebuah kompetisi, kalah menang itu biasa”. Atau berkata “saya tidak kalah, namun kemenangan saja yang belum berpihak, mungkin lain kali”. Atau lagi ada yang berucap dengan sedikit bangga, “kekalahan adah kemenangan yang tertunda”.
Saya jadi ingat perkataan seorang pelatih sepak bola kenamaan dunia setelah tim yang diasuhnya memenangi pertandingan penting, “ Tim lawan bermain bagus, kemenangan yang kami peroleh hanya keberuntungan karena mereka tak mampu menyarangkan gol ke gawang kami ”. Mendengar perkataan tersebut saya sebagai seorang penonton tersugesti untuk menganggap tim yang kalah sebagai sebuah tim yang hebat walaupun saat itu mereka kalah 0-5. Dan sikap rendah hati sang pelatih telah membuat saya memandang Tim yang menang telah memperoleh kemenangan ganda. Pertama dia jelas telah memenangkan sebuah pertandingan. Kedua, ia telah menang melawan kesombongan sehingga tidak memandang rendah pesaingnya yang kalah.
Dalam ruang hati saya yang paling rahasia-sekarang tidak rahasia lagi karena sudah dibuka ke ruang public- saya sangat iri dengan mereka yang kalah dalam sebuah kompetisi. Dengan sudut pandangan seorang penonton, saya menilai mereka adalah sang pemberani. Mereka berani berkompetisi dalam memperebutkan sesuatu. Keberanian yang timbul pada diri orang-orang terpilih, tidak pada semua orang. Menang atau kalah bagi saya mereka tetap saja pemberani, tidak berubah sama sekali. Satu hal yang paling membuat saya iri adalah mereka diberi kesempatan untuk belajar dari sebuah kekalahan. Sebuah pelajaran yang tidak akan didapatkan oleh yang menang, apalagi buat saya yang hanya menonton saja.
Bagi seorang pemenang, tentu banyak ucapan selamat tertuju untuknya. Entah itu dari pendukung setia, teman, keluarga, bahkan dari pihak lawan. Namun tidak satupun ucapan selamat untuk yang kalah. Maka dari itu, si kalah harus menyelamatkan sendiri hati dan perasaannya dari kehancuran dan kekecewaan yang berlebihan. Dia harus bangkit dari kekerdilan jiwa yang tidak mau menerima kekalahan. Dan dia harus berusaha untuk ikhlas diungguli pihak lawan. Dengan begitu, dia akan dipandang sebagai pemenang sejati dan berucap, “Kompetisi boleh kalah, tapi hati saya tetap menang!!!”.
Kemenangan hati seorang yang kalah telah membuka harapan baru di masa depan. Muncul kesadaran bahwa semua peristiwa di dunia ini tidak pernah berhenti di satu titik saja. Kekalahan hanya sebuah persinggahan tempat berhenti melepas lelah. Setelah tenaga pulih perjuangan dilanjutkan karena perjalanan masih panjang. Ketika bangkit untuk melanjutkan perjalanan, saat itulah ia meninggalkan kekalahan yang baru saja didapat. Ia tampil kembali sebagai competitor dan calon pemenang yang baru. Tentunya dengan semangat dan senyuman yang baru .
“kawan terdekat adalah lawan yang paling sengit”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar